Senin, 22 Desember 2014

Luka Seorang Ibu

"Sebenarnya dulu saya tidak ada keinginan untuk menikah, karena saya sudah trauma melihat keadaan rumah tangga kakakku. Saya sering melihat mereka bertengkar, juga perlakuan KDRT suaminya terhadap kakakku " 

 Sambil menangis Bu Kadek bercerita tentang keadaan rumah tangganya, Kelihatan sekali kalau beliau benar-benar terluka dengan sikap suaminya.  "Waktu saya masih gadis, saya bekerja disalah satu restoran di Kuta." Bu Kadek mulai membuka kembali kisah lamanya. "Waktu itu saya menjadi pelayan restoran juga bagian belanja untuk kebutuhan restoran ditempat saya bekerja. Dulu saya banyak dapat tip dari tamu-tamu yang makan direstoran. Saya pernah dapat dollar loh. Di restoran itulah awal saya bertemu dengan suami saya, karena waktu itu suami saya bekerja sebagai koki. Suamiku pinter masak, aku juga belajar dari suamiku. Khan ibu sudah rasakan  masakan saya, gak kalah enakkhan dengan masakan suami saya?" Saya tersenyum sambil mengiyakan pernyataannya.

"Pak Wayan (suami saya) suka sama saya, dia ngejar-ngejar saya. Sama sekali saya tidak ada perasaan suka sama dia. Nah, ternyata masih ada hubungan family dengan saya...kerabat jauhlah.
Saya tidak tahu sama sekali kalau orang tua dari Pak Wayan (suami saya) sering kirim buah,beras,sayur mayur kerumah orangtua saya setiap panen. Waktu melamar saya juga Pak Wayan tidak ada bicara dulu dengan saya, beliau bawa orang tuanya kerumah dan bicara dengan orang tua saya. Ketika saya dipanggil pulang kerumah di Negara (salah satu nama kota di Bali) oleh ibu saya, ibu kasih tahu kalau orang tua  Pak Wayan ingin supaya saya mau menerima lamaran mereka. "
"Saya tidak suka bu dengan Pak Wayan, tidak ada perasaan apa-apa dengan dia. Saya belum mau menikah, saya masih suka cari uang." bu Kadek  berusaha menjelaskan perasaannya kepada ibunya, dan meminta untuk menolak lamaran tersebut. "Tapi nak, ibu tidak enak sama mereka karena selama ini ibu sudah terima hasil panen yang mereka kirim kerumah kita"  "Seperti disambar petir, luar biasa sakit sekali saya harus terima kenyataan kalau saya terpaksa menikah dengan orang yang saya tidak suka. Akhirnya pernikahan berlangsung dengan adat hindu, karena Pak Wayan dan keluarganya beragama Hindu. Tapi bukan berarti setelah menikah saya tidak kegereja, saya tetap dengan keyakinan saya karena keluarga besar saya kristen dan dari lahir saya sudah kristen." "Banyak lika-liku setelah menikah, saya lama juga punya anak. Mungkin karena saya berdoa dalam hati supaya saya jangan dikasih anak dulu, karena saya benci sekali dengan Pak Wayan."  Setiap hari Minggu kegereja saya selalu menangis, saya terus minta kepada Tuhan supaya saya punya keluarga kristen, suami dan anak-anak kristen. Kami satu atap tapi beda keyakinan.  Tapi setiap hari raya besar umat hindu saya selalu ikut merayakan dikampung suami dengan keluarga besarnya cuma saya tidak ikut upacaranya. Saya sering bawakan buah-buahan kekampung, bagi-bagi uang kekeponakan disana. Mertua dan ipar semua senang kalau saya ikut pulang kekampung suami. Singkat cerita waktu Pak Wayan (suamiku) sakit tumor dilehernya, dia pernah bilang "saya mau masuk kristen kalau Tuhan mu bisa sembuhkan penyakit saya". Saya cuma bisa menangis sambil berdoa supaya ada campur tangan Tuhan. Sewaktu pulang dari gereja saya naik angkot (dulu sempat ada angkot) tiba-tiba ada seseorang menyapa saya " ibu kenapa nangis?" "suami saya harus operasi besok karena tumornya membesar" jawab bu Kadek. Lalu ibu yang menyapa saya itu kasih saya minyak urapan, katanya itu dari gereja dan saya disuruh oleskan dileher suami saya yang ada benjolannya. Sampai dirumah saya ceritakan kesuami saya. "Ya sudah oleskan saja, kalau benar penyakit saya sembuh saya mau masuk kristen." Lalu saya oleskan lehernya dengan minyak urapan. Setelah dioleskan minyak urapan, suamiku merasa panas. Tidur saja hanya pake celana pendek tanpa baju, jendela kamar dibuka karena hawa panas. Besok paginya kami kerumah sakit karena jadwal operasi, karena kami bangun kesiangan kami terburu-buru dan tidak lihat dulu keadaan suami. Waktu itu kami menggunakan sepeda dayung dari rumah kos kerumah sakit. Setibanya dirumah sakit, baru kami tersadar setelah dokter bilang "kok bisa benjolannya hilang pak ?"  "Puji Tuhan, ternyata Tuhan mendengar doaku. Akhirnya suamiku tidak jadi operasi dan kami langsung pulang. Lalu suami mengajakku ke Singaraja kerumah orangtuanya, disana dia ceritakan tentang penyakitnya dan mukjizat yang sudah Tuhan berikan. Ketika suamiku minta restu untuk masuk kristen, ibu dan bapak mertua menyetujuinya karena katanya mungkin ini sudah jalannya. Akhirnya suamiku dibaptis digereja setelah ikut pendalaman alkitab, dan kami mulai dengan kehidupan baru kami sebagai keluarga kristen. Setelah beberapa tahun akhirnya kami punya anak. Tapi masalah tidak berakhir disitu saja, sifat suami tidak juga berubah. Kami sering bertengkar, saya sering dibohongi. Tidak pernah ada solusi dalam pertengkaran, yang ada saya dipukul, ditendang, sampai memar-memar dan berdarah. 

Bu Kadek tersedu-sedu menceritakan luka lamanya, " saya capek bu diperlakukan seperti itu terus,  saya ingin hidup damai, saya rindu kedamaian dalam rumah tangga saya tapi benar-benar tidak saya dapatkan. Terakhir kalinya saya dilempar kursi sampe saya tidak bisa bangun, dia lempar juga kucing peliharaan saya sampai mati. Pedihnya lagi saya dengar dia banyak ambil hutang ke beberapa bank, dia paksa anak saya untuk tiru tanda tangan saya.  Bukan cuma itu, dia juga pinjam uang ke saudara dan beberapa rentenir. Barang-barang masuk untuk isi toko tidak dia bayar, jadi hutang juga kebeberapa supplier.  Dia tinggalkan saya dan anak-anak karena dikejar-kejar penagih hutang. Barang-barang berharga dirumah, motor, sudah diambil tukang tagih hutang tapi semua itu belum cukup untuk melunasi hutangnya. Saya sekarang sendirian urus anak-anak saya yang masih sekolah, saya juga yang harus menanggung beban atas hutang-hutangnya.  Perasaan saya memang sudah nyaman hidup tanpa suami, biarpun saya harus kerja keras untuk kelangsungan hidup. Saya percaya Tuhan pasti tidak akan membiarkan saya, dan anak-anak kelaparan."

Saya sangat terharu mendengar cerita bu Kadek, mungkin saya tidak sanggup seandainya saya mengalami masalah yang sama seperti bu Kadek.
Saya melihat sosok ibu yang sangat kuat, tegar, dan mungkin ini juga bisa jadi pelajaran buat saya supaya saya bisa tetap tegar dalam menghadapi segala masalah. Dan pastinya serahkan pada Tuhan apapun masalah yang kita hadapi, biarkan Tuhan yang bekerja dalam kehidupan kita.
Oke bu Kadek, semoga Tuhan selalu berkati apapun yang ibu kerjakan, 


Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *